Monday, March 29, 2010

FAVORITE CHILD



Tidak sengaja browsing di ehow, saya menemukan artikel yang cukup menarik -tetapi mengganggu- tentang kiat-kiat bagaimana menjadi anak kesayangan orang tua. Penulis yang tidak mencantumkan dirinya ini (psikolog-kah, orang tua-kah atau seorang anak kesayangan-kah?) memaparkan bahwa menjadi anak kesayangan itu mudah. Bersikap sopan; mendengarkan, menolong dan menyamakan kepribadian dengan orang tua; serta tidak sesumbar kepada orang lain bahwa dia menjadi anak kesayangan (bold, huh?). Artikelnya denotatif sekali (sebenarnya lucu sih). Saya pribadi, tidak bisa tidak, tidak setuju mengenai hal ini. Menghadapi kenyataan bahwa anak-anak di seluruh dunia ini tidak mendapatkan cinta yang adil dari orang tua mereka? Memang saya belum menjadi seorang ibu, namun tetap saja...

Menurut Dr. Ellen Libby dalam ulasan bukunya "The Favorite Child" di situs ini mengemukakan bahwa anak kesayangan telah menegaskan posisi dan kedudukan orang tua atau telah mengisi kekosongan yang tidak dimiliki orang tua selama hidupnya. Sebagai penghargaan kepada para anak favorit ini, orang tua mencurahkan hadiah klasik yaitu berupa perhatian yang sangat besar. Alhasil, mereka mempercayai bahwa mereka lebih dikagumi daripada anggota keluarga lain dan merasa telah memenangkan perhatian orang tua. Kepercayaan ini telah membuat mereka sangat percaya diri dan berkuasa. Mereka tumbuh dalam kepercayaan akan kemampuan untuk memberikan dampak positif di muka bumi, oleh karenanya mereka mencoba mengambil tantangan super penting seperti menyelesaikan permasalahan kelaparan di belahan dunia ketiga, perang, krisis minyak bumi, penyakit dan kemiskinan; unggul dalam kesusasteraan; olah raga dan musik.

Selain mendapatkan hujan perhatian yang luar biasa seperti dibebaskan dari tugas-tugas rumah (anak yang lain diperlakukan seperti kru backstage), mendapatkan kejutan hadiah-hadiah yang mendorong minat dan bakat si anak dan menjadi satu-satunya topik yang diangkat ke atas panggung sosial orang tua, ada efek samping berbahaya yang tidak dapat dipisahkan. Masih menurut Dr. Ellen Libby, rasa percaya diri dan perlakuan-perlakuan berlebihan akan membuat mereka tidak sensitif terhadap yang namanya konsekuensi (sudah masuk alam bawah sadar para anak kesayangan sehingga mereka tidak akan menyadari hal ini). Contoh hidup yang berkasus sekarang adalah Tiger Woods. Dia merupakan anak semata wayang, keadaan ini menjadikannya anak favorit kebanggaan orang tuanya (yang sudah lama mengidam-idamkan prestasi dalam berolah raga). Dalam salah satu konferensi pers akhir-akhir ini mengenai sejumlah affairnya, Woods mengemukakan bahwa “saya mempunyai aturan yang berbeda”. Aturan yang berlaku bagi orang lain, tidak berlaku baginya. Dia percaya dia dapat melakukan apapun yang dia mau tanpa ada yang akan mempertanyakan. Tentunya, tanpa memikirkan segala konsekuensi dari setiap tindakannya.

Perilaku Woods diatas dapat dilihat juga pada figur-figur terkenal lain mulai dari politisi sampai atlet. Mereka, tumbuh dan berkembang dengan keuntungan psikologis sebagai anak kesayangan, namun karir mereka serta merta hancur karena kepercayaan mereka dengan adanya pengecualian dalam aturan. Sebut saja Bill Clinton, John Edwards dan Mark Sanford (masih meng-quote dari Dr. Libby, saya tidak tahu keberadaan tokoh Indonesia yang sukses namun hancur yang kebetulan menjadi anak kesayangan, could you name it?).

Dialog antara anak dan orang tua secara terbuka disertai dengan mengekspresikan perasaan adalah satu-satunya jalan untuk menghindari efek negatif setidaknya mengurangi dampak perasaan terbuang, kecemburuan dan perpecahan dalam keluarga.  

Ya, bahan pelajaran untuk kita semua bila kita mempunyai tendensi untuk memfavoritkan anak (keponakan, kucing, anjing, hamster, gorila atau apapun) kita harus dapat -terlebih dahulu- membedakan antara cinta dan favoritism (pilih kasih).



Ada yang mau anaknya seperti Tiger Woods?
Food for thought!




Sumber:







PS. what did i just write?

Tuesday, March 2, 2010

Sikuai

I always wander that beach is some place (like in the Baywatch) where there are white sand, blue ocean, and blue sky but without sexy lifeguards. But it turned out that I have too much expectation for that as the commercial beach I have ever been visited was like Coldplay's Yellow-beach, very gloomy.

One of my friends, Kharisma (she already gave me another pictures), has showed me a picture of a beach which she took two years ago in Sikuai. The picture was fantastic, not forget to mention the beach. It's awesome! I think the beach where David Hasselhof took part in Baywatch wouldn't stand a chance. The blue sky, the blue ocean, white sand and the most important thing is the place is quiet.



Pictures by: Kharisma Ulan S.*

Sikuai is one of the 19 islands which administratively owned by Padang City, West Sumatera, which is exactly located in Kecamatan Teluk Kabung. It is 36, 8 kilometer square or it's equal to 40 acre. I think this would be a must place to visit. Me and my husband agree with it.

According to the sources (remember I’ve never been there), the beauty of Sikuai beach blends with the beauty of the untouched forest, perfecto!!! Beach and forest, what a combination! It confuses me whether I have to wear khaki short or swimsuit.

My dream... tired for ridding a bike surrounding the island and diving, I will lay down on the white sand watching the sun with a wind blow, drinking a coconut water and listening to Frank Sinatra's Girl From Ipanema.


Ahhhhh…


Dreamer.


 *I put writing on it (so sorry Kharisma), I can't help it... :)