Wuiss, gaya bener judulnya, Pengemis, Iklan dan Gaya Hidup, beraaadd (makanya pake d instead of t), ga juga sih, cuma pengen aja disambung-sambungin biar keren..
Jadi begini, kita nih sejenis ibu-ibu yang udah punya anak, pasti terharu-biru teriris-miris bila melihat pengemis bawa-bawa anak, apalagi bayi. Sediiiiiih banget, kok ya tega ya? nyesek dada ini melihatnya. Yakin, semua ibu-ibu pasti merasa begitu. Nah, sering saya kalo dijalan mikir, mereka itu ya darimana asalnya, tidurnya dimana, makannya gimana, trus anaknya apa ga sakit tuh kepanasan kaya gtu, dan macem-macem banyak pertanyaannya. Kalau lagi melow super duper melow kadang saya bisa rimbay ngeliat mereka, dan akhirnya hanya bisa berdoa.
Dan.. sebenarnya pengemis itu kenapa sih mereka begitu?Mereka ini miskin pisan gitu sampai segitunya? memakai baju lusuh setiap hari seperti tidak pernah nemu air? padahal banyak wc umum gratis dan rinso sachetan murah. Mungkin ya ini mah mungkin sedikit pemikiran saya kenapa mereka mengemis, atau berpura-pura menjadi pengemis. Begini nih:
Kalo alasan dari dalam diri mereka sih jelas
karena sudah
lunturnya nilai-nilai agama. Ini yang penting, dasar banget soalnya. Mereka, para pengemis itu (jika mereka muslim) harusnya tahu
Kisah Rasululloh bertemu dengan pemuda pengemis. Rasululloh menyarankan untuk melelang barangnya (tempat minum) kemudian didapat uang dua dirham, satu dirham untuk keluarganya dan sisanya untuk modal membeli kapak sehingga pengemis itu bisa menjadi tukang kayu. Saya yakin 1000% orang yang ngerti ilmu agama pasti tidak akan mengemis. Orang yang miskin pun bila bersifat mukhlis dan qona'ah pasti tidak akan membuang harga dirinya untuk duniawi. Alasan agama sudah jelas.
Selain nilai agama yang sudah luntur, rasa malu dan harga diri mereka sudah hilang juga. Menurut hadist orang yang tidak mempunyai malu dapat berbuat sesuka hatinya (perbuatan yang jelek tentunya). Nah, karena mengemis ini sudah dilakukan berjamaah (yang sekampung rame-rame ngemis semua), tentunya rasa malu, harga diri sudah dikesampingkan, toh ini sudah menjadi hal yang biasa.
Kemudian alasan lainnya adalah iklan dan gaya hidup. Kaum kapitalis membuat iklan jor-joran supaya produk mereka dibeli oleh umat manusia, dampaknya, semua orang tergiur oleh iklan sehingga seakan-akan isi iklan itu adalah gaya hidup yang lumrah yang harus dijalani. Semua orang menjadi konsumtif, membeli barang yang tidak perlu. Fashion (s), gadget (s), kendaraan, wuih, bejibun deh... semua berlomba untuk beli. Naaahh, pleeeeus hari gini materi duniawi itu menjadi pusat kehidupan maka tak heran lah kalau setiap orang berusaha melakukan cara untuk mendapatkan uang.
Kalau kita menyempatkan browsing, banyak sekali informasi yang dapat dibaca mengenai pengemis ini. Mereka ternyata berasal dari daerah tertentu (Brebes, desa Grinting), berapa penghasilan mereka, tinggal dimana selama di kota (khususnya di Bandung di Sukabungah, Sukajadi). Belum lagi informasi mengenai penelitian orang-orang pinter yang dipublikasikan membahas permasalahan ini dari sudut pandang yang lebih ilmiah. Dan cerita orang-orang iseng macem saya ini yang ngebuntutin mereka sampai malem, sehingga ketauan aktivitas dan pendapatan mereka. Jadi, setelah tahu infonya, mungkin ini akan mengurani kadar iba para ibu-ibu. Hanya saja, hanya saja yang menjadi masalah adalah mereka membawa anak-anak. Ini yang menjadi isu penting. Pemerintah jangan menutup mata.
Coba ya bila setiap orang agamanya bagus, bersifat qona'ah dan tidak berlebihan, plus orang kaya mengulurkan tangannya untuk memberi kail kepada fakir miskin mungkin yang namanya pengemis tidak akan ada.
Another silly think.